Kamis, 06 Mei 2010

ilmu perbandingan Agama

Ruang lingkup Ilmu Perbandingan Agama (ipa)

1. IPA tidak untuk menambah keimanan seseorang yang mempelajarinya.
Maksudnya bahwa ilmu perbandingan agama itu adalah berkedudukan sebagai penghubung untuk usaha mempelajari bukan memahami semua aspek-aspek yang diperoleh dari sejarah agama, kemudian dibandingkan suatu agama dengan agama lainnya. Untuk mencapai pengalaman-pengalaman dan konsepsi-konsepsi keagamaan dengan memilih, dan menganalisis persamaan dan perbedaan antara agama-agama itu dari segi tujuan, metode, dan konsepsi.
Jadi Ipa tidak untuk manambah keimanan seseorang, tetapi IPA adalah kajian untuk mempelajari fungsi dan ciri-ciri agama.

2. IPA tidak membicarakan tentang kebenaran suatu agama, sebab soal kebenaran suatu agama adalah soal ilmu-ilmu yang bersangkutan.
Karena tiap-tiap pemeluk agama memiliki keyakinan akan kebenaran agama-agama yang mereka yakini, dan hal tersebut adalah mutlak bagi ilmu-lmu agama yang bersangkutan, jika IPA membahas kebenaran suatu agama tanpa membandingkan dengan agama lain, hal yang didapat adalah kecondongan hati pada salah satu agama tersebut, maka dengan IPA akan membantu “menempatkan agama pada tempat yang semestinya” diantara agama-agama serta kepercayaan lain yang ada di dunia.

3. IPA tidak mengusahakan pengertian dan pemahaman suatu agama seperti agama yang dipahami oleh penganut agama itu sendiri.
Sebagaimana pengertiannya bahwa IPA adalah ilmu yang mempelajari dan memberi nilai-nilai keagamaan dari suatu nilai agama, kemudian dibandingkan satu agama dengan agama lain. Maka jelaslah bahwa IPA bukan memberikan pengertian dan pemahaman suatu agama agar dapat mempengarui orang lain, melainkan hanya untuk mempelajari kajian-kajian agama lain, agar menambah keluasaan pandangan kita tentang kehidupa beragama di dunia ini juga dapat memberikan pelajaran-pelajaran yang sangat berguna bagi kita.

4. IPA menganggap agama sebagai suatu penggejalaan dari suatu masyarakat manusia.
Agama bersifat kompleks karena agama mengandung berbagai aspek atau defenisi tentang kepercayaan moral dan kemasyarakatan, yang membentuk pengalaman-pengalaman batin serta perasaan-perasaan serta cerita-cerita tentang kejadian masa lalu dan ramalan-ramalan yang akan datang. Inilah mengapa IPA menganggap agama sebagai suatu penggejalaan dari suatu masyarakat, karena masyarakat itu sendiri yang telah membentuk kepercayaan tersebut, akhirnya unsur-unsur teologis, mitologis, cerita-cerita rakyat (folklore), bahasa, musik, seni, dan hampir semua aktivitas kemanusian menjadi faktor-faktor yang sangat penting untuk memahami kehidupa agama.

5. Penyelidikan IPA hanya mengumpulkan data dan mencatat kenyataan yang ada pada agama yang diselidiki.
Yakni kedudukan IPA hanya sebagai pengumpul data dan bahan-bahan dari berbagai pengalam keagamaan dengan penelitian yang hanya ada pada praktek kegiatan agama yang diselidiki. Seperti membandingkan tokoh-tokoh pembesar agama, membandingkan konsep-konsep ketuhanan, dengan obyek-obyek penyembahan, membandingkan konsep-konsep yang ada dalam kitab suci masing-masing agama, dan sebagainya.

fiqh siyasah

PENDAHULUAN
a. Latar Belakang
Fiqih Siyasah adalah bukan kajian yang baru di antara ilmu pengetahuan yang lainnya, keberadaan Fiqih Siyasah sejalan dengan perjalan agama Islam itu sendiri. Karena Fiqih Siyasah ada dan berkembang sejak Islam menjadi pusat kekuasaan dunia. Perjalanan hijrahnya Rasullulah ke Madinah, penyusunan Piagam Madinah, pembentukan pembendaharaan Negara, pembuatan perjanjian perdamaian, penetapan Imama, taktik pertahanan Negara dari serangna musuh yang lainnya. Pembuatan kebijakan bagi kemaslahatan masyrakat, umat, dan bangsa, dan kemudian pada masa itu semua dipandang sebagai upaya-upayah siyasah dalam mewujudkan Islam sebagai ajaran yang adil, memberi makna bagi kehidupan dan menjadi rahmat bagi seluruh alam.
Semua proses tersebut merupakan langkah awal berkembangnya kajian fiqih siyasah, dimana fiqih siyasah menerimah dengan tangan terbuka apa yang datang dari luar selama itu untuk kemaslahatan bagi kehidupan umat. Bahkan menjadikannya sebagai unsur yang akan bermamfaat dan akan menambah dinamika kehidupannya serta menghindarkan kehidupan dari kekakuan dan kebekuan.
Luasnya pembahasan tentang kajian fiqih siyasah, maka pemakalah membuat tema dengan mengankat judul yakni “Komponen Dasar dan Bidang-Bidang Fiqh Siyasah”. Kritik dan saran sangat diharapkan dari saudara-saudara semuanya agar kedepannya dapat menyelesaikan tugas dengan lebih baik lagi.
b. Rumusan Masalah
Adapun rumusan permasalahan yang akan di bahas meliputi mengkhususkan pembahasan fiqh siyasah berdasarkan :
1. Apa sajakah komponen dasar fiqih siyasah?
2. Bagaimanakah pembagian bidang-bidang fiqih siyasah?

PEMBAHASAN
A. KOMPONEN-KOMPONEN DASAR FIQH SIYASAH
Fiqih Siyasah adalah mengatur, mengendalikan, mengurus atau membuat keputusan. Yakni, pengurusan kemaslahatan umat manusia sesuai dengan syara’. Sehingga dengan memahami fiqih siyasah di harapkan dapat membawa kemaslahatan untuk manusia dengan menunjukannya kepada jalan yang menyelamatkan, baik di dunia maupun di akhirat.
Dalam Objek Kajiannya fiqih siyasah meliputi pengaturan hubungan antara warga Negara dengan warga Negara, pengaturan dan perundangan-undangan yang dituntut oleh hal ihkwal kenegaraan dari segi persesuaiannya dengan pokok-pokok agama dan merupakan realisasi kemaslahatan manusia serta memenuhi kebutuhannya. Sedangkan pembidangan fiqih siyasah yang terlihat dalam kurikulum fakultas syari’ah, yang membagi fiqih siyasah kedalam empat bidang, yaitu:
1. Fiqh Dustury.
2. Fiqh Dawly.
3. Fiqh Maliy.
4. Fiqh Harby.
Nilai-Nilai Dasar Fiqih Siyasah
Berkenaan dengan kehidupan bernegara, al-qur’an dalam batas-batas tertentu, tidak memberikan pemberian, Al-Qur’an hanya memaktubkan tata nilai, demikian juga Al-Sunnah. Dikemukakan beberapa firman Allah dan sabda Nabi yang dianggap berkaitan degan ikhwal fiqh siyasah syar’iyyah, baik secara langsung maupun tidak langsung. Selain itu, dikutip dari beberapa pendapat ulama tentang fiqh siyasah sayr’iyyah.
1. Dasar Al-Qur’an Al-Karim
a. Kemestian mewujudkan persatuan dan kesatuan umat, sebagaimana tertuang dalam al-qur’an:


Artinya: sesungguhnya umat kamu ini umat yang satu, dan aku tuhan kamu bertaqwalah kamu kepada-ku
b. Kemestian bermusyawarah dalam menyelesaikan dan menyelengarakan masalah yang bersifat ijtihadiyah (qs. Al-Syura:38).
c. Kemestian menunaikan amanat dan menetapkan hokum secara adil (Qs.An Nisa’:58).
d. Kemestian mentaati Allah dan Rasulullah, dan Ulil Al-Amr (pemegang kekuasaan).(Qs.An-Nisa’:59).
e. Kemestian mendamaikan konflik antar kelompok dalam masyarakat Islam (qs. Al-Hujurat:9).
f. Kemestian mempertahankan kedaulatan Negara.(Qs.Al-Baqarah: 190).
g. Kemestian mementingkan perdamaian dari pada permusuhan. (Qs: Al-Anfal:61).
h. Keharusan mengutamakan perdamaian bangsa-bangsa. (Qs: Al-Hujurat: 13).
2. Dasar dari Al-Sunnah
a. Keharusan mengangkat pemimpin.

ﻋﻦ ﺃﺒﻰ ﻫﺮ ﻴﺮ ﺓ ﻗﺎﻞ ﺍﻠﻨﺒﻰ ﺻﺎﻰ ﺍﷲ ﻋﺎﻴﻪ ﻮ ﺳﺎﻣﻢ :ﺇﺫ ﺍﺧﺮ ﺝ ﺛﻼ ﻨﻪ ﻔﻰ ﺍﻠﺴﻔﺮ ﻔﺎﻠﻳﻮ ﻣﺮ ﻮﺍ ﺃﺣﺪ ﻫﻣ ﴿ﺮ ﺍﻩ ﺃﺒﻮ ﺩﺍ ﻮ ﺩ﴾

“Dari Abu Hurairah, telah bersabda Rasulullah SAW, apabila tiga orang keluar untuk berpergian, maka hendaklah salah seorang diantara mereka menjadi pemimpin mereka” .
b. Kemestian pemimipin bertanggung jawab atas kepemimpinannya.
a. Kemestian menjadikan kecintaan dalam persaudaraan sebagai dasar hubungan antara pemimpin dan pengikut.
b. Kemestian pemimpin berfungsi sebagai perisai, artinya tidak hanya berfungsi sebagai alat untuk menyerang, tetapi juga berfungsi sebagai alat untuk berlindung.
c. Kemestian pemimpin untuk berlaku adil dan dengan itu kemuliannya tidak hanya dihormati manusia dalam kehidupan dunia, tetapi dihormati Allah dalam kehiupan akhirat.
3. Dasar dari Pendapat Ulama
Kebanyakan ulama sepakat mengenai kemestian menyelenggarakan siyasah, kesepakatan-kesepakatan tersebut terangkum dalam pernyataan Ibn al-Qayyim:

ﻻ ﺴﻴﺎ ﺴﺔ ﺇ ﻻ ﻤﺎ ﻮ ﺍﻔﻖ ﺍﻠﺸﺮ ﻉ
Tidak ada siyasah kecuali dengan syara

B. BIDANG-BIDANG FIQIH SIYASAH
Fiqih Siyasah adalah bagian dari ilmu fiqih, namun obyek pembahasannya tidak hanya terfokus pada satu aspek atau pada satu bidang saja. Pembidangan tersebut dapat dipersempit kepada empat bidang saja.
Sumber-sumber fiqih siyasah adalah ditetapkan berdasarkan beberapa sumber berikut ini:
a. Al-qur’an, yaiut ayat-ayat yang berhubungan dengan prinsip-prinsip kehidupan masyarakat.
b. Al-hadits, terutama hadits-hadits yang berhubungan dengan imamah dan kebijaksanaan-kebijaksanaan Rasul Saw di dalam menerapkan hukum di Negeri arab.
c. Kebijakan-kebijakan khulafa Rasyidin di dalam mengendalikan pemerintahan, meskipun mereka mempunyai perbedaan di dalam mengendalikan pemerintahannya sesuai dengan pembawaan sifat dan wataknya masing-masing
d. Ijtihad ulama di dalam mencapai kemaslahataan umat, misalnya haruslah terjamin dan terpelihara dengan baik.
e. Adat kebiasaan suatu Bangsa, yang tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip Al-Qur’an dan Hadits. Ada kemungkinan adat kebiasaan semacam ini tidak tertulis yang disebut konversi.
A. Bidang Fikih Siyasah Dusturiyah.
Adalah siyasah yang berhubungna dengan peraturan dasar tentang bentuk pemerintahan dan batasan kekuasaanya yang lazim bagi pelaksanaan urusan umat, dan ketetapan hak-hak yang wajib bagi individundan masyarakat, serta hubungan antara penguasa dan rakyat. Dengan kata lain yakni yang mengatur hubungna antar warga Negara dengan lembaga Negara yang satu dengan warga Negara dan lembaaga Negara yang lain dalam batas-batas admistrasi suatu Negara. Oleh karena itu biasanya dibatasi hanya membahas persoalan pengaturan dan perundang-undangan yang dituntut dengan prinsip-prinsip agama dan merupakan realisasi kemasyarakatan manusia serta memenuhi kebutuhannya.
Fiqih Siyasah Dusturiyah mencakup bidang kehidupan yang sangat luas dan kompleks, secara umum meliputi hal-hal sebagai berikut:
a) Persoalan dan ruang lingkup (pembahasan)
Membahas tentang imam, rakyat, hak dan kewajibanya, permasalahan Bai’at, Waliyul Ahdi, perwakilan dan persoalan Ahlul Halli Wal Aqdi.
b) Persoalan imamah, hak dan kewajibannya.
Imamah atau imam di dalam Al-Qur’an pada umumnya , kata-kata imam menunjukan kepada bimbingan kepada kebaikan. Firman Allah:




Artinya: dan orang orang yang berkata: "ya tuhan kami, anugrahkanlah kepada kami isteri-isteri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa.
Adapun hak-hak imam adalah menurut Al-Mawardi menyebutkan dua hak imam, yaitu hak untuk ditaati dan hak untuk dibantu . Akan tetapi, berdasarkan dari sejarah ternyata ada hak lain bagi imam, yaitu hak untuk mendapatkan imbalan dari harta Baitul Mal untuk keperluan hidupnya dan keluarganya secara patut, sesuai dengan kedudukannya sebagai imam. Dan kewajiban-kewajiban imam adalah sebagai berikut, diantaranya:
1. Memelihara agama, dasar-dasarnya yang telah ditetapkan dan apa-apa yang telah disepakati oleh umat.
2. Menetapkan hukum-hukum diantara orang-orang yang bersengketa, dan menyelesaikan perselisihan, sehingga keadilan terlaksana secara umum.
3. Memelihara dan menjaga keamanan agar manusia dapat dengan tentram dan tenang berusaha mencari kehidupan, serta dapat berpergian dengan aman, tanpa ada gangguan terhadap jiwanya atau hartanya.
4. Menegakkah hukum-hukum Allah, agar orang tidak berani melanggar hukum dan memelihara hak-hak hambah dari kebinasaan dan kerusakan.
5. Mencegah tapal batas dengan kekuatan yang cukup, agar musuh tidak berani menyerang dan menumpahkan darah muslim atau no muslim yang mengadakan perjanjian damai dengan muslim .
c) Persoalan rakyat, statusnya dan hak-haknya
Rakyat terdiri dari Muslim dan non Muslim, adapun hak-hak rakyat, Abu A’la al-Maududi menyebutkan bahwa hak-hak rakyat adalah sebagai berikut:
1. Perlindungan terhadap hidupnya, hartanya dan kehormatannya.
2. Perlindungan terhadap kebebasan pribadi.
3. Kebebasan menyatakan pendapat dan keyakinan.
4. Terjamin kebutuhan pokok hidupnya, dengan tidak membedakan kelas dan kepercayaan.
Abdul Kadir Audah menyebutkan dua hak, yaitu: hak persamaan dan hak kebebasan, beraqidah, berbicara, berpendidikan dan memiliki . Sedangkan kewajiban rakyat adalah untuk taat dan membantu serta berperan serta dalam program-program yang digariskan untuk kemaslahatan bersama. Apabila kita sebut hak imam adalah ditaati dan mendapatkan bantuan serta partisipasi secara sadar dari rakyat, maka kewajiban dari rakyat untuk taat dan membantu serta dalam program-program yang digariskan untuk kemaslahatan bersama.
d) Persoalan Bai’at
Bai’at (Mubaya’ah), pengakuan mematuhi dan mentaati imam yang dilakukan oleh Ahl Al-Hall Wa Al-Aqd dan dilaksanakan sesudah permusyawaratan. Diaudin Rais mengutip pendapat Ibnu Khaldun tentang bai’at ini, dan menjelaskan:
“Adalah mereka apabila mem Bai’at-kan seseorang amir dan mengikat perjanjian, mereka meletakkan tangan-tangannya untuk menguatkan perjanjian. Hal itu serupa dengan perbuatan sipenjual dan si pembeli. Karena itu dinamakan dia bai’at”.
Informasi tentang Bai’at ini terdapat dalam firman Allah:





Artinya: Bahwasanya orang-orang yang berjanji setia kepada kamu sesungguhnya mereka berjanji setia kepada Allah. Tangan Allah di atas tangan mereka, maka barangsiapa yang melanggar janjinya niscaya akibat ia melanggar janji itu akan menimpa dirinya sendiri dan barangsiapa menepati janjinya kepada Allah maka Allah akan memberinya pahala yang besar.(Qs.Al-Fath: 10)
e) Persoalan Waliyul Ahdi
Imama itu dapat terjadi dengan salah satu cara dari dua cara: Pertama dengan pemilihan Ahl Al-Hall Wa Al-Aqdi dan Kedua dengan janji (penyerahan kekuasaan) imam yang sebelumnya. Cara yang kedua yang dapat dimaksudkan dengan waliyul ahdi. Hal ini didasarkan pada: Abu Bakar r.a menunjuk Umar ra. Yang kemudian kaum Muslimin menetapkan keimanan (imamah) umar dengan penunjukan Abu Bakar tadi . Sementara Qadli Abu Ya’la menjelaskan bahwa waliyul ahdi dapat dilaksanakan kepada oranag yang masih mempunyai hubungan nasab, baik garis lurus keatas, maupun garis lurus kebawah dengan syarat: orang yang ditunjuk itu memenuhi persyaratan imam, karena imama tidaklah terjaidi karena semata-semata penunjukan, akan tetapi imama itu terjadi karena persetujuan kaum muslimin. Jadi waliyul ahdi adalah penyerahan kekuasaan yang dilkukan baik secara musyawarah atau berdasarkan hubungan nisab.
f) Persoalan perwakilan dan Ahlul Halli Wal Aqdi
Beberapa persyaratan yang dapat dijadikan perwakilan, sehingga bisa memberikan suatu keputusan, diantaranya:
1. Pemimpi yang dipilih dilaksanakan dnegan cara musyawarah antara para tokoh dan wakil umat.
2. Yang mengangkat itu adalah para wali umat dan tokoh-tokoh masyarakat. Jadi, sistem perwakilan sudah dikenal dan dilaksanakan pada waktu itu.
3. Didalam musyawarah, terjadi dialog dan bahkan diskusi untuk mencari solusi terbaik di dalam menentukan siapakah calon pemimpin yang paling memenuhi permusyawaratan.
4. Sedapat mungkin di usahakan kesepakatan dan tidak menggunakan voting.
5. Al-Sultah Al-Mu’ Raqabah (lembaga pendidikan)
Sedangkan persoalan Ahlul Halli Wal Aqdi adalah tampak hal-hal sebagai berikut:
1. Adalah pemegang kekuasaan tertinggi yang mempunyai wewenang untuk memilih dan membai’at imam.
2. Mempunyai wewenang mengarahkan kehidupan masyarakat kepada yang maslahat.
3. Mempunyai wewenang membuat undang-undang yang mengikat kepada seluruh umat didalam hal-hal yang tidak diatur secara tegas oleh Al-Qur’an dan Hadits.
4. Merupakan tempat konsultasi imam di dalam menentukan kebijaksanaannya.
5. Mengawasi jalannya pemerintahan
g) Persoalan Wuzaroh (Kementerian) dan Perbandinganya
Ulama mengambil dasar-dasar adanya kementerian (Wuzarah) dengan dua alasan, Pertama: firman Allah dalam surat At-Thaha 29-32 yang Artinya “Dan jadikanlah untukku seorang wazir dari keluargaku, yaiut harun, saudaraku. Teguhkanlah kekuatanku dengan dia, dan jadikanlah dia sekutu dalam urusanku.” Dan Kedua karena alasan yang sifatnya praktis, yaitu imam tidak mungkin sanggup melaksanakan tugas-tugasnya didalam mengatur ummat tampa adanya naib (Wazir). Dengan adanya wazir yang membantu imam didalam mengurus umat, akan lebih baik pelaksaannya dan terhindar dari kekeliruan serta kesalahan.
B. Bidang Fiqih Siyasah Dauliyah.
Yaitu siyasah yang berhubungan dengan pengaturan pergaulan antara Negara-negara Islam dan Negara-negara bukan Islam, tata cara peraturan pergaulan warga Negara Muslim dengan bukan Negara non Muslim yang ada di Negara Islam, hukum dan atauran yan membatasi hubungn Negara Islam dengan Negara lain dalam situasi damai dan perang. Atau dapat dikatakan yang mengatur hubungan antar Negara yang satu dengan Negara yang lain dan lembaga antar Negara tersebut (Politik hubungan Internasional).
Dasar-dasar Siyasah Dauliyah, diantaranya sebagai berikut:
1. Kesatuan umat manusia
Meskipum manusia ini berbeda suku berbangsa-bangsa, berbeda warna kulit, berbeda tanah air bahkan berbeda agama, akan tetapi merupakan satu kesatuan manusia karena sama-sama makhluk Allah, sama bertempat tinggal di muka bumi ini.
2. Al-‘Adalah (Keadilan)
Ajaran islam mewajibkan penegakan keadilan baik terhadap diri sendiri, keluarga, tetangga, bahkan terhadap musuh sekalipun kita wajib bertindak adil. Banyak ayat-ayat yang berbicara tentang keadilan antara lain:




Artinya: Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran.(QS. An-Nisa : 135)
3. Al-Musawah (persamaan)
Manusia memiliki hal-hal kemanusian yang sama, untuk mewujudkan keadilan adalah mutlak mempersamakan manusia dihadapan hokum kerjasama internasional sulit dilaksanakan apabila tidak di dalam kesederajatan antar Negara dan antar Bangsa.
4. Karomah Insaniyah (Kehormatan Manusia)
Karena kehormatan manusia inilah, maka manusia tidak boleh merendahkan manusia lainnya. Kehormatan manusia ini berkembang menjadi kehormatan terhadap satu kaum atau komunitas dan bisa di kembangkan menjadi suatu kehormatan suatu bangsa atau negara.
5. Tasamuh (Toleransi)
Dasar ini tidak mengandung arti harus menyerah kepada kejahatan atau memberi peluang kepada kejahatan. Allah mewajibkan menolak permusuhan dengan tindakan yang lebih baik, penolakan dengan lebih baik ini akan menimbulkan persahabatan bila dilakukan pada tempatnya setidaknya akan menetralisir ketegangan.
Hal-hal yang diperhatikan dalam fiqih siyasah dauliyah meliputi;
a. Persoalan internasional.
b. Persoalan teritorial.
c. Persoalan nasionality dalam fiqih Islam.
d. Masalah penyerahan penjahat.
e. Masalah pengasingan dan pengusiran.
f. Masalah perwakilan, tamu-tamu Negara, orang-orang dzimi
Hubungan Internasional dibagi menjadi dua yaitu hubungna Internasional dalam waktu damai yang di dalamnya mengenai politik, ekonomi, kebudayaan, dan kemasyarakata, dan hubungan internasional dalam waktu perang.
Hubungan internasional dalam waktu damai:
1. Damai adalah asas hubungan internasional yaitu perang hanya bila keadaan darurat, segera berhenti perang jika cenderung damai, dan memperlakukan tawanan secara manusiawi.
2. Kewajiban suatu Negara terhadap Negara lain, yakni tentang menghormati hak-hak negara lain yang bertetangga dengan negara yang di tempati.
3. Mengadakan perjanjian-perjanjian Internasional.
Hubungan internasional dalam waktu perang
Sebab terjadinya perang:
1. Memepertahankan diri
2. Dalam rangkah dakwah
Etika perang dalam Islam:
1. Dilarang membunuh anak.
2. Dilarang membunuh wanita yang tidak berperang.
3. Dilarang membunuh orang tua yang tidak ikut perang.
4. Tidak memotong dan merusak tanaman.
5. Tidak membunuh binatang ternak.
6. Tidakmenghancurkan tempat ibadah.
7. Dilarang mencincang mayat musuh.
8. Dilarang membunuh pendeta dan pekerja.
9. Bersabar,berani dan ikhlas.
10. Tidak melampaui batas.

C. Bidang Fiqih Siyasah Maliyah
Pengertian Fiqih Siyasah Maliyah
Adalah bidang fiqih siyasah yang mengorientasikan pengaturannya untuk kemaslahatan rakyat. Maka di dalam siyasah maliyah ada hubungan diantara tiga factor, yaitu: rakyat, harta dan pemerintah atau kekuasaan. Di kalangan rakyat ada dua kelompok besar dalam suatu atau beberapa Negara yang harus bekerja sama dan saling membantu antara orang-orang kaya dan orang-oarang miskin. Yang dibicarakan di dalam siyasah Maliyah adalah bagaimana cara-cara kebijakan yang harus di ambil untuk mengharmonisasikan dua kelompok ini, agar kesenjangan antara orang kaya dan miskin tidak semakin melebar. Didalam fiqih siyasah orang kaya di sentuh hatinya untuk mampu bersikap dermawan, dan orang-orang miskin di harapkan selalu sabar (ulet), berusaha, dan berdo’a mengharapkan karunia Allah.
Dasar-Dasar Fiqih Siyasah Maliyah, di antaranya sebagai berikut:
a. Beberapa prinsip tentang harta, antara lain:
1. Masyarakat tidak boleh menggangu dan melarang pemilikan mamfaat selama tidak merugikan orang lain atau masyarakat itu sendiri.
2. Karena pemilikan mamfaat berhubungan dengan hartanya, maka boleh bagi pemilik memindahkan hak miliknya kepada pihak lain, misalnya dengan jalan menjualnya, mewasiatkannya, menghibahkannya, dan sebagainya.
3. Pada pokoknya pemilikan mamfaat itu kekal tidak terikat oleh waktu.
b. Dasar-dasar keadilan sosial
Diantara landasan yang menjadi landasan keadilan social di dalam islam:
1. Kebebasan rohania yang mutlak.
Yakni kebebasan rohania yang di dasarkan kepada kebebasan rohania manusia dari tidak beribadah kecuali kepada Allah, tidak ada yang kuasa kecuali daripada Allah.
2. Persamaan kemanusian yang sempurna.
Yakni prinsip-prinsip persamaan di dalam Islam yang di dasarkan kepada kesatuan jenis manusia di dalam kejadiannya dan di dalam tempat kembalinya, di dalam kehidupannya, di dalam matinya, di dalam hak dan kewajibannya di hadapan undang-undang, di hadapn allah, di dunia dan di akhirat.
c. Tanggung jawab social yang kokoh
Di antaranya meliputi:
1. Tanggung jawab terhadap diri sendiri.
2. Tanggung jawab terhadap keluarganya.
3. Tanggung jawab individu terhadap masyarakat dan sebaliknya.
d. Hak milik
Islam telah menetapkan adanya hak milik perseorangan terhadap harta yang di hasilkan dengan cara-cara yang tidak melanggar hukum syara’. Hanya Islam memberikan batasan-batasan tentang hak milik perseorangan ini agar manusia mendapat kemaslahatan dalam pengembangan harta dalam menafkahkan dan dalam perputaranya.
1. Bahwa hakikatnya harta itu adalah milik Allah.
2. Harta kekayaan jangan sampai hanya ada/dimiliki oleh segolongan kecil masyarakat.
3. Ada barang-barang yang untuk kepentingan masyarakat seluruhnya, seperti jalan-jalan, irigasi, tempat-tempat peribadatan.
e. Zakat
Beberapa bentuk zakat, di antaranya:
1. Zakat hasil bumi (Usyur)
2. Zakat emas, ternak, dan zakat fitrah.
3. Kanz dan harta karun
f. Jizyah
Adalah iuran Negara (Dharibah) yang diwajibkan atas orang-orang ahli kitab sebagai imbangan bagi usaha membela mereka dan melindungi mereka atau sebagai imbangan bahwa mereka memperoleh apa yang di peroleh orang-orang Islam sendiri, baik dalam kemerdekaan diri, pemeliharan harta, kehormatan. Dan agama.
D. Bidang Fiqih Siyasah Harbiyah
Adalah siyasah yang mengatur tentang peperangan dan aspek-aspek yang berhubungan dengannya . Seperti perdamaian. Perang bisa saja timbul sekali-kali, akan tetapi yang diharapkan adalah menghindari atau mengurangi terjadinya perang. Kalau mungkin menghilangkannya. Sekalipun perang sering dianggap sebagai sesuatu yang tidak baik, tetapi terpaksa harus dilaksanakan dalam kondisi-kondisi di dalam dan di luar negeri tertentu.
Konsekuensi dari asas bahwa hubungan Internasional dalam Islam adalah perdamaian saling membantu dalam kebaikan, maka:
1. Perang tidak dilakukan kecuali dalam keadaan darurat. Sesuai dengan persyaratan darurat hanya di lakukan seperlunya.
2. Orang yang tidak ikut berperang tidak boleh diperlakukan sebagai musuh.
3. Segera menghentikan perang apabila salah satu pihak cenderung kepda damai.
4. Memperlakukan tawanan perang dengan cara manusiawi.











KESIMPULAN
Dari pembahasan diatas maka dapat disimpulkan bahwa fiqih siyasah adalah salah satu kajian yang memnbahas tentang sistem ketata negaraan, yang berkaitan dan untuk kemaslahatan umat, agar dapat tercipta suatu kondisi masyarakat yang aman, damai, dan tenteram.
Didalam fiqih siyasah terbagi menjadi empat bidang, berdasarkan kurikulum mata kuliah pada fakultas syari’ah, maka fiqih siyasah terbagi ke dalam empat bidang, yakni:
Bidang Dusturiyah adalah siyasah yang berhubungna dengan peraturan dasar tentang bentuk pemerintahan dan batasan kekuasaanya yang lazim bagi pelaksanaan urusan umat. Bidang Dauliyah yaitu siyasah yang berhubungan dengan pengaturan pergaulan antara tata cara peraturan pergaulan warga Negara Muslim dengan bukan Negara non Muslim yang ada di Negara Islam. Dan bidang Mauliyah adalah bidang fiqih siyasah yang mengorientasikan pengaturannya untuk kemaslahatan rakyat. Maka di dalam siyasah maliyah ada hubungan diantara tiga factor, yaitu: rakyat, harta dan pemerintah atau kekuasaan. Serta bidang Harbiyah Adalah siyasah yang mengatur tentang peperangan dan aspek-aspek yang berhubungan dengannya. Seperti perdamaian.








DAFTAR PUSTAKA
Audah, Abdul Qadir, Al-Islamwa Audlo’una Asiyasiyah, Qahira, Darul al-Kitab:1951
Dzazuli, Fiqih Siyasah, Implementasi Kemaslahatan Umat dalam Rambu-Rambu Syari’a, Jakarta, Prenada Media: 2003
Hazairi, Tujuh Serangkai Tentang Hukum, Jakarta: Tinta Emas, 1974.
Praja, Juhaya.S, Filsafat Hukum Islam, Bandung, Yayasan Piara: 1993
Pulungan, J. Sayuti, Fiqih Siyasah, Ajaran, Sejarah, dan Pemikiran (cet.III), Jakarta, PT Raja Grapindo Persada: 1998
Shiddieqy, Hasby Ash, Ilmu Kenegaraan dalam Fiqh Islam, Jakarta, PT Raja Grapindo Persada: 1997
Suhendi, Hendi, Fiqih Muamalah,Jakarta, PT Raja Grapindo Persada:2002
Yatim, Badri, Sejarah Peradaban Islam (Ed.1-19), PT Raja Grapindo Persada: 2007
----------, Beberapa Aspek Ilmu Pengenbangan Fiqh, Bandung, IAIN, 1996
----------, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Islam, t.tp, Kiblat Umat: 2002